Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan atas
kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun mempunyai tujuan
untuk mengetahui ilmu kimia yang khususnya pada makalah ini akan membahas
tentang “ Titrasi ASAM BASA”.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan dan dosen pembimbing yang telah sudi membantu penulis dalam
menyusun makalah ini hingga selesai.
Penulis minta maaf jika ada
kekurangan dalam makalah ini dan penulis mohon kritik dan sarannya kepada para
pembaca agar penulis bisa memperbaiki kesalahan dan untuk mempermudah penulis
dalam menyusun makalah yang lainnya dimasa mendatang.
Surabaya,April
2013
Kelompok 4
I. Tujuan
Mengetahui molaritas suatu asam basa dengan menggunakan
metode titrasi asam
basa
II. Dasar
Teori
· Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang
titrasi asam basa)
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
· Titrasi
asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam
basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi
asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan
kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan
kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang
diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan
melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indicator.
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indicator.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan
suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui
konsentrasinya secara tepat. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada
reaksi netralisasi asam basa.
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada
saat dimana sejumlah asam dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi
berlangsung terjadi perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah
garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada
titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik ekuivalen
berada. Pada umumnya titik ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah diamati
adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik ekuivalen
tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi dicapai yang ditandai
dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit
dengan titik ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat
memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan
basa kuat dalam air terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan
ion hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau
basa yang ditambahkan. Pada titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa
kuat, pH larutan pada temperatur 25˚C sama dengan pH air yaitu sama dengan 7.
( Penuntun Praktikum Kimia Dasar II, UNG 2012
: 05 )
Jika suatu asam atau basa dititrasi, setia
penambahan pereaksi akan mengakibatkan perubahan pH. Grafik yang diperoleh
dengan menyalurkan pH terhadap volume pereaksi yang ditambahkan disebut kurva
titrasi.
Ada
empat macam perhitungan jika suatu asam dititrasi dengan suatu basa.
- Titik awal,
sebelum penambahan basa.
- Daerah antara
(sebelum titik ekuivalen), larutan mengandung garam dan asam yang berlebih.
- Titik
ekuivalen, larutan mengandung garam.
- Setelah titik
ekuivalen, larutan mengandung garam dan basa berlebih.
Dalam titrasi, suatu larutan yang harus
dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain yaitu basa,
dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat,
kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai.
Salah satu usaha untuk mencapai titik setara dalam melalui perubahan warna dari
indikator asam basa. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna
dinamakan titik akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah
memadankan titik akhir indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang
meliputi pH sesuai dengan titik setara.
Indikator asam basa adalah asam lemah yang tak terionnya (Hln) mempunyai
warna yang berbeda dengan warna anionnya. Jika sedikit indikator dimasukkan
dalam larutan, larutan akan berubah warna menjadi warna (1) atau warna (2)
tergantung pada apakah kesetimbangan bergerak ke arah bentuk asam atau anion.
Arah pergeseran kesetimbangan dalam reaksi berikut tergantung pada [H3O+]
atau dengan kata lain pada pH. Dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Warna (2)
|
Warna (1)
|
Hln + H2O H3O+ +
ln-
(Ralph H petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan
Modern : 308-310)
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan
besar dari pH yang terjadi dalam titrasi agar dapat menentukan kapan titik
ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa organik dan basa organik
lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukka wrana yang
berbeda warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan
cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang
sederhana adalah para-nitrofenol, yang merupakan suatu asam lemah da
berdisosiasi.
Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi
anionnya, yang mempunyai sistem ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang
berganti-ganti (suatu system terkonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul
atau ion-ion yang mempunyai system terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan
panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan molekul-molekul
sebanding tetapi yang tanpa system terkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering
ada pada bagian spectrum yang tampak, dan dengan demikian molekul atau ionnya
berwarna.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam
diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak
berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan
system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah wrana merah. Metal oranye,
indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan basa dan berwarna kuning
dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan suatu kation yang
berwarna merah muda.
Perubahan minimum dalam pH yang diperlukan untuk
suatu perubahan warna disebut “jangkau indicator”. Pada harga pH antara,warna
yang ditunjukkan bukan warna merah atau kuning, tetapi sedikit agak kuning.
Pada pH 5,pKa dari HIn, kedua bentuk berwarna sama
konsentrasinya, yaitu HIn separuh tenetralisasikan. Seringkali kita mendengar
terminology seperti suatu indikator yang berubah warna pada pH 5 telah
digunakan ini berarti bahwa pKa indicator sebesar 5 dan jangkauannya
sebesar pH 4 sampai 6.
Pada
titrasi asam lemah, pemilihan indikator jauh lebih terbatas untuk suatu asam
dengan pKa 5 kira-kira kepunnyaan asma asetat, pH lebih tinggi
dari 7 pada titik ekivalen, dan perubahan dalam pH relatif kecil. Phenoftalein
berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok.
Dalam hal asam yang sangat lemah, misalnya pKa = 9, tidak ada
perubahan dalam pH yang besar terjadi sekitar titik ekivalen. Jadi volume basa
yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik
ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan.
Kelarutan
garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa contoh yang lebih
penting dari garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah oksilat sulfida,
hidrogsida, karbonat dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion garam
untuk membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan garam.
(
R.A. Day, Jr. Analisa Kimia Kuantitatif : 141-145)
Teori bonsted lowry
melukiskan reaksi asam basa dalam peristiwa perpindahan proton,
yaitu perbadingan kekuatan asam basa menentukan kearah mana reaksi asam basa
akan terjadi., yaitu dari kombinasi asam basa yang lebih kuat ke yang lebih
lemah. Teori lewis memnadang reaksi aram basa dari arah pembentukan ikatan
kovalen antara zat penerima pasangn electron (asam) dengan pemberi (donor)
electron (basa). Gunanya yang paling besar adalah dalam keadaan dimana reaksi
terjadi tanpa kehadiran suatu pelarut atau pada saat suatu asam tidak
mengandung atom hidrogen.
Ada
beberapa macam titrasi bergantung pada reaksinya. Salah satunya
adalah titrasi asam basa. Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi
zat didalam larutan. Titrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut
dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara
bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik
setara.
(James E. Brady, Kimia Universitas Asas dan Struktur edisi 5 : 178)
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada
saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi
berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh
sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik
equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati,
yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah
titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir
titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir
titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan
indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah
dan basa lemah dalam air akan terurau dengan sempurna. Oleh karena itu ion
hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah
asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam air,
yaitu sama dengan 7.
Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1. Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air.
2. Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya asam
kuat
3. Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif
terhadap logam
4. Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan elektrolit.
5. mengubah lakmus biru menjadi merah
Sifat-sifat Basa :
1. Kaustik
2. Rasanya pahit
3. Licin seperti sabun
4. Nilai pH lebih dari
sabun (>7)
5. Mengubah warna lakmus
merah menjadi biru
6. Dapat menghantarkan
arus listrik
III. Alat
dan Bahan
1. Statif dan
klem
2. Buret
3. Gelas/labu
Erlenmeyer
4. Gelas kimia
250ml (2buah)
5. Pipet tetes
6. Corong
7. Gelas/silinder
ukur
8. Larutan
NaOH 0,1M
9. Larutan HCl
yang akan ditentukan konsentrasinya
10. Indicator phenolphthalein
(PP)11. Pipet Volume
IV. Cara
Kerja
1. Mempersiapkan alat-alat yang
akan digunakan (III. Alat dan Bahan)
2. Bersihkan
alat-alat sebelum digunakan (bila perlu)
3. Memasang buret
pada statif
4. Memasang
kran pada bawah buret
5. Menutup kran pada
buret, kemudian masukkan larutan NaOH 0,1M ke buret menggunakan gelas kimia
6. Membuka kran pada
buret untuk mengepaskan larutan NaOH 0,1 M tepat pada skala 0 buret
7. Ambil 5 ml
larutan HCl dan 5 ml aquades dengan pipet volume, tuangkan dalam labu reaksi.
8. Teteskan larutan
HCl dalam labu reaksi dengan indicator PP sebanyak 2 tetes
9. Letakkan
erlenmayer pada ujung bawah buret.
10. Lakukan titrasi
sambil labu reaksi digoyang perlahan hingga larutan HCl berubah warna menjadi
pink
11. Bila telah terjadi perubahan
warna hentikan proses titrasi
12. Catatlah volume NaOH yang
digunakan dengan menghitung V awal – V akhir
V. DATA PENGAMATAN
Percobaan ke -
|
Volume NaOH ( ml
)
|
||
Awal (V1)
|
Akhir (V2)
|
Terpakai ( V2
– V1 )
|
|
1
|
25
|
19,5
|
5,5
|
2
|
19,5
|
11
|
8,5
|
3
|
11
|
5,5
|
5,5
|
Rata – rata Volume
Naoh ( ml )
|
6,5
|
VI. Analisa Data
·
Vrata-rata = ( 5,5 + 8,5 +5,5
) /3 = 6,5 ml
·
Titrasi asam basa
VHCL x MHCL x n = V NaOH
x M NaOH x n NaOH
10 x M x 1 = 6,5 x o,1 x 1
10 M =
0,65
MHCL =
0,65
/ 10 = 0,065 M
·
V1
x M1 = V2 x M2
10
x M = 6,5 x 0,065
M = 0,4225 / 10
= 0,04225 M
= 0,04 M
Kesimpulan
:
Dari 3
kali percobaan yang kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa Molaritas HCL (
sebelum diencerkan ) adalah 0,04 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar